Selamat tersublim di Phantasmagoria. Ada yang bisa saya bantu? Tentu saja saya hanya berbasa-basi. Silahkan urusi diri sendiri.
6.24.2012
H-9 'naskah drama kacangan'
3.18.2012
Membelok sebentar.
3.15.2012
3.07.2012
em.
Selalu.
2.20.2012
Merindu
Semalaman merindu, sauh yang terlepas belum juga menampakkan jarak
Sedang apa disana? Pasti kau pun sangat merindu
Masih ingat dengan permainan pareidolia kita?
Tentang kelinci-kelinci bulan?
Sejenak aku menangkap tanyamu, sedikit getir,
'mengapa kita terjauhkan dari dermaga?'
Mungkin ya, dermaga kita berbeda
Disini dermaga kita, jauh dari rimbun hutan dan pasir putih yang berkilau
Tapi dermaga kita selalu bermandi cahaya
Walau cahaya ungu bernada sendu, tapi itu bukan dari Hungaria
Itu cahayamu, cahaya yang kau suka
Semalaman merindu, merindu semua jejak yang kau buat
Segera kembali dan tantang lagi dengan berani,
tentu saja, karena kita tidak menghamba pada yang tak ramah
kita bukan orang-orang kalah
Semalaman merindu, maka kuputuskan berbincang dengan Neruda
Ia menyisipi kertas usang dan segenggam makna,
kuputuskan,
ini untukmu..
Kasihku, berapa banyak jalan harus kutempuh untuk mendapatkan ciuman,
berapa kali aku tersesat kesepian sebelum menemukanmu!
Kereta kini melaju menembus hujan tanpa diriku.
Di Taltal musim semi belum kunjung tiba.Tapi aku dan engkau, kasihku, kita bersama-sama,
bersama dari pakaian hingga tulang,
bersama di musim gugur, di air kita, di pinggul,
hingga akhirnya hanya engkau, hanya daku, kita berdua.Bayangkan betapa semua bebatuan itu diangkut sungai,
mengalir dari mulut sungai Boroa;
bayangkan, betapa bebatuan itu dipisahkan oleh kereta dan bangsaKita harus saling mencinta,
sementara yang lainnya semua kacau, laki-laki maupun perempuan,
dan bumi yang menghidupkan bunya anyelir.(Soneta, Pablo Neruda)
Selatan Jakarta, 21/02/2012
1.30.2012
Di ZOE kita menatap mangkuk.
Cerita tentang 31 Januari

12.11.2011
not.
Light me up a cigarette and put it in my mouthYou’re the only that wants to die
And I can think of a thousand reasons why
I don’t believe in you, I don’t believe in you and i…
***
Sebab aku angin,
pergi dan mencari seribu alasan,
dan aku tetap tak percaya.
11.27.2011
Menyedihkan.
Bukan hanya dia, aku pun kehilangan kemampuanku untuk berimajinasi dan menulis lebih banyak seperti dulu. Semua menjadi sempit dan mau tak mau dimatikan. Bahkan aku tidak mampu lagi mengeja kata yang suku katanya berasal dari kata percaya. Mempercayai, dipercayai, mempercayakan, kepercayaan?
Terima kasih, karena pada kenyataannya aku telah banyak kehilangan. Dan makin bertambah daftar hal yang menjadi sesuatu yang kubenci. Padahal sebelumnya tidak. Menyedihkan sekali hidupku yang kali ini. Apakah ini sebuah fase yang sementara? Mungkin iya, jika aku lebih berani bertindak. Lebih tepatnya jika aku berani meninggalkan tempat yang sedang ku pijak saat ini. Tempat ini terlalu banyak mengumbar bau sampah yang bukan hanya sekedar busuk, tapi juga mematikan. Menggerogoti akal sehat yang sebelumnya dipupuk bertahun-tahun untuk melahirkan efek positif. Darimana semua ini berasal? Apa berasal dari dalam diriku? Seandainya, (oh Tuhan, Kau tahu betapa Kau membenci kata ini), seandainya dulu aku tak antusias menjejakkan kakiku di tempat ini. Aku dipaksa dan terpaksa melahirkan alter ego yang tak kusuka. Aku menjadi pengecut dan pecundang ditempat ini. Bahkan untuk alter ego yang tak pernah ku inginkan untuk muncul kembali. Aku terkukung dan terkekang, aku terpasung pada jiwa yang enggan menggelegak seperti dulu, setahun yang lalu.
Mungkin pada fase ini alteregoku melahirkan kepribadian baru yang memasuki garis lebih berbahaya dari yang sebelumnya. Kepribadian cenderung psikopat, dominan jahat, tetapi sangat pengecut. Bukan tokoh antagonis keren yang kerap ku imajikan. Bukan psikopat jenius yang rapi dan tenang dibawah permukaan. Berapa banyak lagi sekarang yang sudah ku anggap musuh? Padahal sebelumnya mereka itu siapa? Menyentuh kehidupanku pun tak pernah. Mengapa sekarang hanya ada dorongan kebencian bahkan hanya dengan mendengar nama-namanya disebut? Tidak, bukan hanya seorang, tapi banyak. Entah dua orang atau lebih yang kian menggerogoti rasa was-was dan ketidak tenanganku. Betapa hebat atmosfer kepengecutan ini mengganti semua organ positifku menjadi komponen yang sangat negative. Bahkan menggerogoti impian dan sumber semangatku.
Aku bahkan berani mendeklarasikan bahwa aku memang telah kehilangan diriku yang menyenangkan. Aku kembali membangun tembok-tembok karantinaku dan memagarinya dengan pagar listrik yang energinya berasal dari energi positifku. Terkuras habis tanpa daya, di tempat ini.
Mengapa aku berhenti menulis? Mengapa aku berhenti berimajinasi? Lebih parah lagi, mengapa aku berhenti tertawa dan memusuhi diri sendiri?
Tak pernah kujamah deretan alphabet di kotak ajaibku lagi, terabaikan. Bahkan untuk kertas kosong dan sebatang pena, seperti tak ada tenaga untuk menciptakan gaya gerak di ujung jari. Gagu dan gagap. Bodoh dan menderita. Menyedihkan sekali untuk yang kali ini, sampai-sampai aku mengucapkannya untuk kedua kali. Tak ada keinginan bahkan kemampuan. Ah, menyedihkan sekali.
***
Cukup untuk paragraph-paragraf ratapannya, sudahi sampai disini. Hari ini setahun yang lalu, aku tengah cengangas cengenges di tempat yang baru kukenal, Dikelilingi orang-orang yang sepertinya menyenangkan, mengawasi gerak gerik tokoh spesial yang begitu menarik penglihatan. Tapi hari ini di tahun ini, semua menjadi berbalik 180 derajat. Harusnya setahun yang lalu aku menyadari, itulah awal mula aku membuka gerbang pada dunia busuk yang sekarang merobek lembaranku yang menyenangkan.
***
Sahabatku bilang, -sahabat asapku-, kini aku terlihat tua dan depresi. Tentu saja, ia sangat tahu fase-fase yang telah kulewati, dan baru kali ini aku terlihat dimatanya menjadi sosok yang menyedihkan.
Dua sahabatku yang lain, -sahabat bodyguardku-, berpendapat bahwa sekarang aku bukan sosok menyenangkan dan ringan. Dulu mereka menganalogikan aku adalah sebuah balon ringan, berwarna, cemerlang, tetapi bisa meledak sewaktu-waktu.
Teman-temanku, baik teman kelompok AS, atau kelompok Cacat, berkata bahwa sekarang aku tidak segar bugar dan jauh dari jangkauan. Sebelumnya mereka selalu beranggapan kalau aku adalah sumber gravitasi perkumpulan mereka, tapi sekarang, aku mungkin adalah sumber depresi bagi siapa saja yang tersentuh atmosfer busukku.
Dan bagiku, aku bukanlah aku.
Menyedihkan.
***
10.02.2011
k e m a r i n
9.30.2011
Pesawatku mendarat dimana?




9.29.2011
Dejavu; 13/12/2010
membuat aku jadi berpikir tak mengerti, apakah yang kemarin?
Mimpi yang gontai dan lesu
dibuatnya setengah lelah, dalam mati yang pendek, hanya 2jam
mimpi picisan, dan pagi pun merutuk
garis hitam dibawah mata kian kelam dan melekuk
cermin cemberut;
sial, kau buat refleksiku di puncak kesempurnaan sebuah kegagalan
buruk rupa dan merusak mata
garis getir di bibir, dan pantulan retina yang terlalu 'macam-macam'
begitu katanya
ah persetan
terlalu banyak yang lancang dari sekedar membuka hari dengan sekedar mematut si burukrupa
seperti pemabuk yang mencoba mengingat kejadian semalam
inginnya melempar kucing dengan kaleng
biar bisingnya jadi dua kali
pagi ini biar kubuat kusut
aku benci langkah jumawa manusia pagi yang ku lihat dari jendela kamar
benci mereka yang antusias melihat matahari
benci bumbu-bumbu yang baunya mulai menguar dari dapur
aku benci karena telah merasa bermimpi
dan aku benci karena sekarang telah pagi
dan pecundang pun merapatkan tirainya
tanpa ampun mengusir celah
dengan pongah kembali rebah
melempar kotak kecil elektronik yang layarnya menyampaikan senyum dari sebrang,
'met pagi!'
cih selamat pagi, ini edisi spesial untukku
melanjutkan marah pada mimpi, lagi
selamat pagi matahari, kita bertemu siang nanti.
9.28.2011
Dari seberang rel kereta

9.24.2011
Ruang July

9.13.2011
I'histoire se repete!

"Rasanya seperti memesan capuccino kesukaan tapi barista malah membuatkan ekspresso strong 2 gelas. Banyak sih, tapi paiitt...."Lenteng Agung, 13 September 2o11*terimakasih untuk rasa sadarnya, semoga bukan untuk sementara dan bisa melaju lagi satu kereta suatu saat.
9.04.2011
jam pasir telah pecah
air menyurut sisakan kering
selamat berbahagia kata mereka
tapi tidak
disini makin membasah
ada parut terus menggerus
ada himpitan yang enggan menggembung, tak setolerir paru-paru
antara sesal dan kesal,
memburu dibelakang altar
sang penyelamat melepas tangan dan menjauh dengan wajah sama sedihnya
sama dalamnya paku terhujam
wajah-wajah itu menyambut hangat, tapi yg disambut dingin
ia hanya ingin penyelamatnya
memamerkan lagi penghiburannya dan menjala tawanya
tapi penyelamatnya hilang seiring bunyi seruling hammelin
hanya bisa meratap, tidak dengan airmata,
tapi dengan darah yang disayat dinadinya
ia memungut kaca jam pasir, tapi penyelamatnya tetap pergi
saat ini masih enggan berlari menyusuli,
tapi,
tetap berlutut, agar Tuhan memelihara bongkahan yang ada diantara ia dan penyelamatnya.
8.06.2011
(my) Gloomy Sunday

Korden tertutup dan penonton lupa memberi tepuk tangan
Gloomy sunday mengalun sendu seperti warna ungu
Sendu Hungaria
Gloomy Sunday, gloomy sunday
membawa biru kembali menjadi abu
angin enggan lagi semilir di atas tanah basah
dari darah tergenang menginjak duri
gloomy sunday, gloomy sunday
matahari seperti kikir akan hangatnya
bahkan kepada awan yang menemaninya
juga kepada atmosfer yang menjaganya
Malam dan rahasianya, kembali mengutuk daun yang gemerisik
Diam!
Walau tak ingin diam memang sudah tak termaafkan
Lagu ninabobo dibuat sumbang tiap mata hampir terlelap
Gloomy sunday....
Bukankah resitalnya telah benar-benar berakhir?
Death is no dream
for in death i'm caressin' you
with the last breath of my soul
i'll be blessin' you
gloomy sunday...
Yogyakarta, 050811
7.19.2011
p a r e i d o l i a
Kamu bilang aku melempar bahasa gagu, sekat iris matamu lalu jadi pekat.
Hitam.
Lalu, bagaimana aku harus menyampaikannya?
pareidolia
Ketika kita memandang langit yang sama, dan awan yang sama
Aku bilang kumulus itu adalah burung
Tapi kamu bilang itu adalah pesawat
pareidolia
Ketika kita melihat permukaan bulan di malam yang sama, dan ditempat yang sama
Aku bilang itu kelinci bulan
Tapi kamu bilang itu lubang kancing
pareidolia
Ketika kita menatap dari jauh segurat wajah yang mendekat
Aku bilang dia akan menjadi temanku
Tapi kamu bilang dia sudah menjadi musuhmu
refleksi berbeda dari titik sama
padahal itu hanya pareidolia
jauh berseberangan melempar
padahal itu hanya pareidolia
tangkapan pendengaran yang kontra
padahal itu hanya pareidolia
oposisi biner
lalu kita kembali ber-pareidolia
telekinetis mengundi bangku dan rekomposisi
kamu mengingatkanku bahwa itu semua hanya pareidolia
kamu mengajakku beranjak dari dunia pareidolia yang tak remeh
kembali rebah di lapang rumput sambil memandang di biru yang sama
aku bilang langit itu abu-abu
aku kembali dengan bahasa gaguku,
tapi kamu bersenandung di sampingku,
Just because the sky turned from gray
Into blue.."*
***
*Good Friday- Cocorosie
Juli pada yang duapuluh
7.01.2011
n o c t u r n e

Lysander menggamit tanganku dengan hangat dan membawaku ke meja pohonnya.
"Ini bulan Juli, bulan kesukaanmu. Tapi mengapa kau bisa di tempat ini, Nocturne adalah tempat yang suram walau namanya amat indah."
Aku memperhatikan tangan Lysander yang lincah meracik kopi favoritku. Lalu menghela pelan namun terdengar sampai seberang,
"Phantasmagoria telah menjadi dunia yang asing dan tak menyenangkan."
Lysander menatapku sejenak, meyelami kegalauan yang mengelebat dimanik mataku. Lalu dengan pelan bersenandung lirih dengan ciri khasnya, senandung nocturne.
"Her weary heavy head in the gallows and the graves of the milky milky cradle
His tears have turned to poppies
A shimmer in the midnight
A flower in the twilight"
"bagaimana kau tahu?"
Lysander tersenyum misterius dan menyodorkan kopi karamel kehadapanku.
"The course of true love never did run smooth"
Ia menyeruput kopinya sendiri dan mencondongkan tubuhnya ke arahku,
"Lihat bola matamu, tak berair tapi sendu. Ingin meratap kesedihan bahwa kau ingin percaya dengan Phantasmagoria tanpa delusi, tapi tak bisa.."
Belum senja di Nocturne, tapi tak ada awan kumulus yang menggantung di langitnya. Suram, dan tak seindah namanya.
"Aku bukannya tak percaya, tapi tak yakin.."
"Mengapa, dengan mencintai berarti itu keyakinan. Phantasmagoria tidak berubah, kau yang berubah..."
"...Dan ia pun menunggu kau kembali dengan kesiapannya menerima perubahanmu. Kau sebenarnya belum sampai ke tiang gantungan..."
Aku ingin memprotesnya tapi tak sempat, kembali ia menyenandungkan nocturne-nya,
"We're just two lost souls swimming in a fish bowl, year after year,
Running over the same old ground. How we found the same old fears. "
Aku membelalakkan mata dan melemparkan pandangan kesal ke arahnya,
"Tidak, hanya aku! Hanya aku yang disisi ketakutan."
"Tidak sayang, dia pun. Kalian sama. Kalian di sisi yang sama."
"Aku tak yakin, dia bisa dengan mudah melompat dari Phantasmagoria!"
"Lalu kenyataannya? Yang berada diluar Phantasmagoria sekarang adalah kau, bukan dia. Kau yang melompat dari sana. Dan dialah yang tetap disana."
Aku tercenung dan bermili air mulai mengumpul di pelupuk mata.
Dia, dia adalah alasan kenapa aku melompati Phantasmagoria dan berada di tempat suram ini. Menyadari bahwa aku benar-benar terdelusi dan tak berpegang lagi pada mimpi.
Lysander yang tampan membelai kelopak mataku dan menggenggam tanganku dengan hangat.
"Kembalilah dengan segera ke Phantasmagoria, kalahkan delusi dan lihat mimpinya."
Aku menyeka bulir pertama yang turun dipipiku,
"Ceritakan tentang Hermia."
Lysander terdiam dan sekilas matanya menyiratkan luka,
"Ia memilih membiara daripada mati di tiang gantungan karena menolak menikah dengan pria pilihan ayahnya. Ia seperti cawan Maria. Tapi itu bukan pilihanmu, kau punya kekuatan, tapi selalu kalah oleh kelemahan."
"Dan aku memang lebih baik sendiri." Aku menyambung perkataannya.
Lysander beranjak dan menuang kopinya lagi untukku,
"kau sangat keras kepala untuk hal ini."
"dia pun bilang begitu."
"Dan dia pun sama keras kepalanya denganmu, tapi dia yang sesungguhnya menang. Buktinya dia masih berjejak pada tanah Phantasmagoria."
Aku menatap riak kecil di cangkir kopiku.
"Ceritakan tentang dia." nada penekanan hadir di kalimat terakhir. Aku menghela nafas.
"Dia, dulu jauh dan tak tergapai.
Nama dunia yang ku pijak kala itu adalah As.
Bermain roulette rusia di tiap menyapanya.
Berjudi setengah mati berharap ujung jarum berpihak padaku.
Aku tenggelam dalam permainan, dan sadar ketika aku sudah terjebak di kubangan.
Lalu aku melompat ke dunia Suicide.
Aku nekat untuk berjalan disampingnya.
lalu ia mengajarkan aku menjadi pelari dan petangguh.
sehingga aku kembali melompat dan akhirnya menjejak pada dunia pencapaianku, Phantasmagoria."
Aku menatap mata Lysander berharap ia menginterupsi pembicaraanku. Tapi Lysander hanya mengangguk, berisyarat bahwa ia hanya ingin diam dan mendengarkan.
"Lalu aku pun terperangkap delusi yang ku ciptakan sendiri."
Delusi, ya, delusi.
Aku terperangkap delusi dan membuyarkan semua mimpi kami sebagai pelari.
Dia yang menawarkan untuk menggantikanku ditiang gantungan, tapi aku menolaknya mentah-mentah dan berkeras kepala.
"Lalu kau pun menyakitinya dan menyakiti dirimu, benar kan?"
Aku tahu itu tak perlu jawaban. Aku mencumbu pekat kopi didasar cangkir.
"Delusi merusak pandanganmu dan memburukkan lisanmu."
Ya, dan itu tak bisa dibendung.
"You don't wanna hurt me,
But see how deep the bullet lies.
Unaware that I'm tearing you asunder.
There's a thunder in our hearts, baby."
Senandung Lysander telak membuatku tergagap. Mengapa di dunia yang kulompati paling jauh ini ia tahu apa yang ada didalam hatiku saat ini? Dan apakah dia yang berada di Phantasmagoria sama tahunya dengan Lysander?
"Tentu ia tahu sayang, sangat tahu."
Aku menangis tanpa malu, mengingatnya yang menunggu.
"Kau ingin disini dulu untuk sementara?"
Aku mengangguk dalam sesengguk.
"Hanya untuk sementara kan?"
Aku mengangguk lagi, "tapi aku belum tahu sampai kapan.."
Lysander membelai rambutku, mengangkat daguku hingga mendongak,
"Ada yang ingin kau sampaikan padanya tanpa nocturne?"
Aku menatap manik matanya dengan yakin,
*Lysander-William Shakespeare, Midsummer night's dream, Gallows-Cocorosie, Wish you were here-Rasputina, Running up the hill-Placebo.
Ruang mati suri, Juli pada yang dua.
01.00 am