7.19.2011

p a r e i d o l i a

Ambigu.
Kamu bilang aku melempar bahasa gagu, sekat iris matamu lalu jadi pekat.
Hitam.
Lalu, bagaimana aku harus menyampaikannya?

pareidolia

Ketika kita memandang langit yang sama, dan awan yang sama
Aku bilang kumulus itu adalah burung
Tapi kamu bilang itu adalah pesawat

pareidolia

Ketika kita melihat permukaan bulan di malam yang sama, dan ditempat yang sama
Aku bilang itu kelinci bulan
Tapi kamu bilang itu lubang kancing

pareidolia

Ketika kita menatap dari jauh segurat wajah yang mendekat
Aku bilang dia akan menjadi temanku
Tapi kamu bilang dia sudah menjadi musuhmu

refleksi berbeda dari titik sama
padahal itu hanya pareidolia
jauh berseberangan melempar
padahal itu hanya pareidolia
tangkapan pendengaran yang kontra
padahal itu hanya pareidolia

oposisi biner
lalu kita kembali ber-pareidolia

telekinetis mengundi bangku dan rekomposisi
kamu mengingatkanku bahwa itu semua hanya pareidolia
kamu mengajakku beranjak dari dunia pareidolia yang tak remeh

"samakan langkah dari pandangan yang berbeda, sayang."

kembali rebah di lapang rumput sambil memandang di biru yang sama
aku bilang langit itu abu-abu
aku kembali dengan bahasa gaguku,
tapi kamu bersenandung di sampingku,

"I once fell in love with you
Just because the sky turned from gray
Into blue.."*

***


*Good Friday- Cocorosie
Juli pada yang duapuluh







7.01.2011

n o c t u r n e


"Selamat datang diduniaku.." Lysander merentangkan tangannya sebagai sambutan sang tuan rumah. Aku memandang ke sekitar, ini adalah Nocturne, pijakan lompatanku yang paling jauh namun dijangkau dengan rentang waktu yang paling singkat.

Lysander menggamit tanganku dengan hangat dan membawaku ke meja pohonnya.
"Ini bulan Juli, bulan kesukaanmu. Tapi mengapa kau bisa di tempat ini, Nocturne adalah tempat yang suram walau namanya amat indah."
Aku memperhatikan tangan Lysander yang lincah meracik kopi favoritku. Lalu menghela pelan namun terdengar sampai seberang,
"Phantasmagoria telah menjadi dunia yang asing dan tak menyenangkan."
Lysander menatapku sejenak, meyelami kegalauan yang mengelebat dimanik mataku. Lalu dengan pelan bersenandung lirih dengan ciri khasnya, senandung nocturne.

"Her weary heavy head in the gallows and the graves of the milky milky cradle
His tears have turned to poppies
A shimmer in the midnight
A flower in the twilight"

"bagaimana kau tahu?"
Lysander tersenyum misterius dan menyodorkan kopi karamel kehadapanku.

"The course of true love never did run smooth"

Ia menyeruput kopinya sendiri dan mencondongkan tubuhnya ke arahku,
"Lihat bola matamu, tak berair tapi sendu. Ingin meratap kesedihan bahwa kau ingin percaya dengan Phantasmagoria tanpa delusi, tapi tak bisa.."
Belum senja di Nocturne, tapi tak ada awan kumulus yang menggantung di langitnya. Suram, dan tak seindah namanya.
"Aku bukannya tak percaya, tapi tak yakin.."
"Mengapa, dengan mencintai berarti itu keyakinan. Phantasmagoria tidak berubah, kau yang berubah..."
"...Dan ia pun menunggu kau kembali dengan kesiapannya menerima perubahanmu. Kau sebenarnya belum sampai ke tiang gantungan..."
Aku ingin memprotesnya tapi tak sempat, kembali ia menyenandungkan nocturne-nya,

"We're just two lost souls swimming in a fish bowl, year after year,
Running over the same old ground. How we found the same old fears. "

Aku membelalakkan mata dan melemparkan pandangan kesal ke arahnya,
"Tidak, hanya aku! Hanya aku yang disisi ketakutan."
"Tidak sayang, dia pun. Kalian sama. Kalian di sisi yang sama."
"Aku tak yakin, dia bisa dengan mudah melompat dari Phantasmagoria!"
"Lalu kenyataannya? Yang berada diluar Phantasmagoria sekarang adalah kau, bukan dia. Kau yang melompat dari sana. Dan dialah yang tetap disana."
Aku tercenung dan bermili air mulai mengumpul di pelupuk mata.
Dia, dia adalah alasan kenapa aku melompati Phantasmagoria dan berada di tempat suram ini. Menyadari bahwa aku benar-benar terdelusi dan tak berpegang lagi pada mimpi.

Lysander yang tampan membelai kelopak mataku dan menggenggam tanganku dengan hangat.
"Kembalilah dengan segera ke Phantasmagoria, kalahkan delusi dan lihat mimpinya."
Aku menyeka bulir pertama yang turun dipipiku,
"Ceritakan tentang Hermia."
Lysander terdiam dan sekilas matanya menyiratkan luka,
"Ia memilih membiara daripada mati di tiang gantungan karena menolak menikah dengan pria pilihan ayahnya. Ia seperti cawan Maria. Tapi itu bukan pilihanmu, kau punya kekuatan, tapi selalu kalah oleh kelemahan."
"Dan aku memang lebih baik sendiri." Aku menyambung perkataannya.
Lysander beranjak dan menuang kopinya lagi untukku,
"kau sangat keras kepala untuk hal ini."
"dia pun bilang begitu."
"Dan dia pun sama keras kepalanya denganmu, tapi dia yang sesungguhnya menang. Buktinya dia masih berjejak pada tanah Phantasmagoria."
Aku menatap riak kecil di cangkir kopiku.
"Ceritakan tentang dia." nada penekanan hadir di kalimat terakhir. Aku menghela nafas.

"Dia, dulu jauh dan tak tergapai.
Nama dunia yang ku pijak kala itu adalah As.
Bermain roulette rusia di tiap menyapanya.
Berjudi setengah mati berharap ujung jarum berpihak padaku.
Aku tenggelam dalam permainan, dan sadar ketika aku sudah terjebak di kubangan.
Lalu aku melompat ke dunia Suicide.
Aku nekat untuk berjalan disampingnya.
lalu ia mengajarkan aku menjadi pelari dan petangguh.
sehingga aku kembali melompat dan akhirnya menjejak pada dunia pencapaianku, Phantasmagoria."
Aku menatap mata Lysander berharap ia menginterupsi pembicaraanku. Tapi Lysander hanya mengangguk, berisyarat bahwa ia hanya ingin diam dan mendengarkan.
"Lalu aku pun terperangkap delusi yang ku ciptakan sendiri."

Delusi, ya, delusi.
Aku terperangkap delusi dan membuyarkan semua mimpi kami sebagai pelari.
Dia yang menawarkan untuk menggantikanku ditiang gantungan, tapi aku menolaknya mentah-mentah dan berkeras kepala.
"Lalu kau pun menyakitinya dan menyakiti dirimu, benar kan?"
Aku tahu itu tak perlu jawaban. Aku mencumbu pekat kopi didasar cangkir.
"Delusi merusak pandanganmu dan memburukkan lisanmu."
Ya, dan itu tak bisa dibendung.

"You don't wanna hurt me,
But see how deep the bullet lies.
Unaware that I'm tearing you asunder.
There's a thunder in our hearts, baby."

Senandung Lysander telak membuatku tergagap. Mengapa di dunia yang kulompati paling jauh ini ia tahu apa yang ada didalam hatiku saat ini? Dan apakah dia yang berada di Phantasmagoria sama tahunya dengan Lysander?
"Tentu ia tahu sayang, sangat tahu."
Aku menangis tanpa malu, mengingatnya yang menunggu.
"Kau ingin disini dulu untuk sementara?"
Aku mengangguk dalam sesengguk.
"Hanya untuk sementara kan?"
Aku mengangguk lagi, "tapi aku belum tahu sampai kapan.."
Lysander membelai rambutku, mengangkat daguku hingga mendongak,
"Ada yang ingin kau sampaikan padanya tanpa nocturne?"
Aku menatap manik matanya dengan yakin,

"Sampaikan padanya, aku mencintainya, dan berharap ia masih sabar menunggu."


***




*Lysander-William Shakespeare, Midsummer night's dream, Gallows-Cocorosie, Wish you were here-Rasputina, Running up the hill-Placebo.



Ruang mati suri, Juli pada yang dua.
01.00 am