Manusia pagi tak seramah pancaran sinar pertama matahari.
Mereka adalah paradoks dari gradasi cahaya itu sendiri.
Ibu-ibu bertubuh gemuk cemberut dimuka pintu rumahnya.
Tanpa sapa atau basa basi untuk ucap selamat pagi.
Menyusuri jalan untuk membeli semangkuk bubur kacang hijau,
lelaki bermotor merah melambatkan lajunya, memutar balik arah dan mengikuti langkahku pergi.
Bersiul menjijikan.
Rendahan, seperti biasa sejenisnya bertingkah.
Disebuah warung yang benderang dan tak remang,
lagi-lagi tingkah polah tetap rendah,
mata-mata yang memandang seperti ingin menelanku bulat-bulat
seperti menembus berhelai lapis sandang,
apalagi jikaku benar-benar telanjang?
Pemilik warung benderang yang pongah pun ikut ambil bagian,
permintaan serba ditiadakan,
satu penawaran dianggap seribu beban.
Pagi ini aku menemukan manusia-manusia yang belum sempat mengenakan topengnya.
Paradoks dari gradasi cahaya matahari,
tanpa topeng dipangkal pagi.
05.25 a.m
Selamat tersublim di Phantasmagoria. Ada yang bisa saya bantu? Tentu saja saya hanya berbasa-basi. Silahkan urusi diri sendiri.
11.26.2012
11.15.2012
Gloomey.
Menyembah bayangan dan siluet yang tak terdefinisi bahkan oleh ilusi.
Lalu menari dipekuburan.
Menjejak nisan tak bernama.
Dari leher yang terkulai pasrah ditali.
Selamat melangkah dari dunia penuh piksel ke dunia monokrom.
Poetry : Jayu Julie
Draw : Gelar Agryano Soemantri
11.11.2012
11.08.2012
Belanja Kelamin*
Semalam tadi ia sang robot tak bermesin tanpa telinga
kehabisan pelumas pada putaran geriginya,
berlari ia ke supermarket seberang
dan membuka pintu hingga engsel saling beradu,
ngik ngik ngik,
sisa pergumulan semalam dengan pelacur hylozoist membuatnya
kehabisan tenaga,
dilucutinya harga diri dari yang tak lagi berharga
ia memiliki pelumas tapi ia tak memiliki kelamin
maka ia ingin membeli pelumas dan kelamin
ia ingin kelamin
di supermarket ini ia melihat kelamin digantung dimana-mana
berbagai kemasan terdisplay sesuai harga
ia ingin kelamin
ia ingin kelamin yang tak harus lagi dirangkai secara manual
tapi pelumas terlanjur mengering dan ia pun tersengal.
Lalu jatuh teronggok menjadi rongsok.
18 September 2012
*salah satu kumpulan teks untuk Antologi #Batpoet dan lirik lagu proyek kolaborasi dengan Gilang TP.
11.05.2012
Sekantung delusi di kantong kresek.
Sekantung delusi, mengobrak-abrik pagi./Air dari bola mata yang berkaca dan seuntai doa, untuk namaNya yang tak lagi disebut dengan takzim./Sajian dehidrasi./bermiligram dari sebutir untuk sarapan panjang dihari yang singkat./
Berapa yang sudah terselesaikan?/Dari berbagai tawaran majemuk./dari agresi rudal beberapa pesawat jet tempur berbeda./memborbardir labirin kesadaran./terselesaikan sampai akhir atau hanya sekedar euforia?/
Saat seorang ayah dengan airmuka lesu dan murung,
mengenggam boneka jerapah yang telah lusuh,
saat seorang lelaki yang keyakinannya telah hilang,
membuatkan lagu dengan sendu tanpa judul.
Saat yang lain hanya tahu bahwa mainan serupa jam tangan,
saat yang lain tahu bahwa fraktal hanya sekedar pecahan geometris,
saat yang lain hanya tahu tentang sepatah kata diungkapkan tanpa makna yang berarti,
disaat itu pula pecahan-pecahan alterego mulai berebut ambil posisi.
didalam sini dengan oase serotonin yang kadang mengering dan kadang meluap.
Karena berhala-berhala kini lebih bernyawa,
membaur menjadi manusia-manusia hylozoist,
masing-masing meyakini bahwa mereka berada ditangga paling atas,
atau setidaknya lebih atas...
Tak pernah ada penjara yang pantas untuk mengurung seorang kriminal yang diakui sebagai manusia baik dikoloninya.
Walaupun ia telah membunuh orang yang paling menyayanginya.
Walaupun ia telah-hampir melenyapkan nyala api yang kecil pada sebatang lilin kehidupan.
5 Movember 2012
Subscribe to:
Posts (Atom)