2.15.2011

Bermain Alter-Ego (lagi)

Aku senang bermain dengan alter ego, seperti mengakui pada keeksistensianku bahwa diriku sangat piawai memainkan peran. Kau lihat, dunia pun senang bermain, kenapa kita tidak? Hei, jangan dulu berburuk sangka, kita bermain peran, bukan bersembunyi di balik topeng. Ingat bahwa kedua itu adalah berbeda.

Begini, contoh salah satu peranku, kuberi nama Jiray. Perempuan atau laki-lakikah? Aku pun tak tahu karena aku ngga suka meng-gender-kan peran ciptaanku yang masterpiece ini. Jiray adalah seorang yang selalu "think opposite". Pandai bermain strategi dengan berbagai macam taktik yang cantik, dan kadang sedikit licik. Jiray selalu memandang segala sesuatu dengan terbalik. Jiray selalu mencari orang baru untuk berinteraksi, (juga kesukaan alter ego-ku yang lain, tapi Jiray paling di atas menyukainya). Ketika aku mendapatkan masalah, maka Jiray langsung memutar haluan mindset-ku dengan mengarahkanku pada pandangan dari sisi yang bersebrangan. Jika Pegadaian mempunyai jargon "menyelesaikan masalah tanpa masalah", maka Jiray sebaliknya. Bukan berarti dia senang menjadi troublemaker, tapi Jiray senang memandang suatu penyelesaian diluar kelaziman yang distandarkan orang-orang., bahwa yang salah itu belum tentu tidak bermanfaat. (Dan dia pun mencoba bermain dengan segala teori dari Paul Arden; melihat hidup dengan cara yang salah dalam upaya untuk menjelaskan manfaat membuat keputusan yang salah .).

Lalu, ada lagi peran alter-ego ku yang lain, namanya Jema. Kami selalu berdebat tentang komitmen dan keantusiasan-ku yang akhir-akhir ini menjadi dominan. Jema tidak suka segala sesuatu yang terlalu masuk akal, dan rapi. Ketika mindset-ku berpola dan tersusun, Jema datang dan langsung meng-intervensi. Hobi-nya tentu saja, segala yang unlogic dan spontan. Alasannya, karena Jema senang berusaha lewat motivasi mimpi, ketika dia mamimpikan sesuatu yang menurut aku terlalu tinggi, Jema langsung melambung dengan kegilaannya untuk mencari cara yang berbeda dan selalu meyakinkan, "hei kawan, itu bisa diraih! selama kamu tidak berniat berganti kelamin dan menjadi Tuhan, itu sangat logis dan bisa tergapai!". (itu alasannya mengapa aku menganggapnya kepribadian unlogic).

Alter ego hingga sekarang memang masih diperdebatkan ke-'absahannya'-nya.
Dari seratus orang profesor, doktor, dan psikolog dari seluruh dunia, hanya dua orang mengatakan secara pasti dengan bukti-bukti yang kongkrit bahwa alter ego itu memang ada. Tiga belas orang berada di persimpangan, dan sisanya delapan puluh lima orang mengatakan dengan pasti dan bertanggung jawab bahawasanya alter ego itu tidak pernah ada.
Bahkan sumber lain mengatakan, kalaupun alter-ego ada, itu ditimbulkan dari efek traumatis seseorang di masa kecilnya, seperti dalam buku Sybil dan 16 kepribadiannya, atau tokoh John yang memiliki alter-ego karena traumatis perang dunia kedua dimasa kecil.
Lalu, bagaimana dengan cerita bullshit para superhero, seperti Spiderman dan Peter Parker-nya?
Atau sosok alter-ego John dan Emma dalam film garapan Hollywood, "Peacock"?
Patutkah alter-ego disejajarkan dengan skyzofrenia, atau kepribadian ganda?
Bagiku tidak, alter-ego sangat menyenangkan dan membuat candu. Aku bahkan bisa menemukan karakter-ku sendiri disini. Bermain dengan plus-minus-plus-minus, seolah-olah juga berdebat dengan teman khayalku. Ya, kadang-kadang daya khayalku terlampau tinggi, seperti halnya daya mimpiku.

"Lihatlah, dunia pun senang bermain, dan ngga ada salahnya kita pun bermain peran untuk dunia yang kita cipta." Gadis Juli, dengan ke-soktahu-annya.

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik, pasti meninggalkan komen, kripik dan saran..