2.15.2011

Deja-Vu

Ada pisau tergeletak dan berdarah, lalu dia berpaling dan bertanya padaku,
'darah siapa?'
aku diam tanpa terpana atas lehernya yang tersayat,
'patutkah aku memberi tahu?'

ketika dia membisikkan tentang gelas racun ungu yang tergenggam di tangan kirinya,
'aku Romeo, kau?'
dan helaan napasku menjawab dengan berjengit tanpa jeda,
'mayat dibelakangku pun berkata, dia Romeo ketika bernyawa'

ditepi jembatan,
ketika ku melihat mereka meloncat dengan riang, terjun bebas dan sakaw seakan gravitasi berpindah haluan ke atas,
dia menggamit sikutku dengan plin plan,
'dorong atau tarik?'
aku menutup mata dan menahan derita untuk bergeming,
'ujung sepatumu menahan tumitku untuk mundur'

Lalu, sekarang kami saling bertatap dalam mata yang terpejam,
aku menggenggam belati didepan jantungnya, dan kurasakan juga panasnya ujung moncong revolver di dahiku.
Seolah angin menyampaikan, aku mendengar senyumnya,
'siapa yang akan berhitung? Siapa yang akan beruntung mendapatkan sisa nafas paling banyak?
Aku sayang kamu. Aku cinta kamu.'

Dahiku dikecup, entah, dengan bibirnya atau revolvernya, aku tak tahu.


Gerbong 18, untuk dejavu 2009.

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik, pasti meninggalkan komen, kripik dan saran..