11.27.2011

Menyedihkan.

Bukan hanya dia, aku pun kehilangan kemampuanku untuk berimajinasi dan menulis lebih banyak seperti dulu. Semua menjadi sempit dan mau tak mau dimatikan. Bahkan aku tidak mampu lagi mengeja kata yang suku katanya berasal dari kata percaya. Mempercayai, dipercayai, mempercayakan, kepercayaan?

Terima kasih, karena pada kenyataannya aku telah banyak kehilangan. Dan makin bertambah daftar hal yang menjadi sesuatu yang kubenci. Padahal sebelumnya tidak. Menyedihkan sekali hidupku yang kali ini. Apakah ini sebuah fase yang sementara? Mungkin iya, jika aku lebih berani bertindak. Lebih tepatnya jika aku berani meninggalkan tempat yang sedang ku pijak saat ini. Tempat ini terlalu banyak mengumbar bau sampah yang bukan hanya sekedar busuk, tapi juga mematikan. Menggerogoti akal sehat yang sebelumnya dipupuk bertahun-tahun untuk melahirkan efek positif. Darimana semua ini berasal? Apa berasal dari dalam diriku? Seandainya, (oh Tuhan, Kau tahu betapa Kau membenci kata ini), seandainya dulu aku tak antusias menjejakkan kakiku di tempat ini. Aku dipaksa dan terpaksa melahirkan alter ego yang tak kusuka. Aku menjadi pengecut dan pecundang ditempat ini. Bahkan untuk alter ego yang tak pernah ku inginkan untuk muncul kembali. Aku terkukung dan terkekang, aku terpasung pada jiwa yang enggan menggelegak seperti dulu, setahun yang lalu.

Mungkin pada fase ini alteregoku melahirkan kepribadian baru yang memasuki garis lebih berbahaya dari yang sebelumnya. Kepribadian cenderung psikopat, dominan jahat, tetapi sangat pengecut. Bukan tokoh antagonis keren yang kerap ku imajikan. Bukan psikopat jenius yang rapi dan tenang dibawah permukaan. Berapa banyak lagi sekarang yang sudah ku anggap musuh? Padahal sebelumnya mereka itu siapa? Menyentuh kehidupanku pun tak pernah. Mengapa sekarang hanya ada dorongan kebencian bahkan hanya dengan mendengar nama-namanya disebut? Tidak, bukan hanya seorang, tapi banyak. Entah dua orang atau lebih yang kian menggerogoti rasa was-was dan ketidak tenanganku. Betapa hebat atmosfer kepengecutan ini mengganti semua organ positifku menjadi komponen yang sangat negative. Bahkan menggerogoti impian dan sumber semangatku.

Aku bahkan berani mendeklarasikan bahwa aku memang telah kehilangan diriku yang menyenangkan. Aku kembali membangun tembok-tembok karantinaku dan memagarinya dengan pagar listrik yang energinya berasal dari energi positifku. Terkuras habis tanpa daya, di tempat ini.

Mengapa aku berhenti menulis? Mengapa aku berhenti berimajinasi? Lebih parah lagi, mengapa aku berhenti tertawa dan memusuhi diri sendiri?

Tak pernah kujamah deretan alphabet di kotak ajaibku lagi, terabaikan. Bahkan untuk kertas kosong dan sebatang pena, seperti tak ada tenaga untuk menciptakan gaya gerak di ujung jari. Gagu dan gagap. Bodoh dan menderita. Menyedihkan sekali untuk yang kali ini, sampai-sampai aku mengucapkannya untuk kedua kali. Tak ada keinginan bahkan kemampuan. Ah, menyedihkan sekali.

***

Cukup untuk paragraph-paragraf ratapannya, sudahi sampai disini. Hari ini setahun yang lalu, aku tengah cengangas cengenges di tempat yang baru kukenal, Dikelilingi orang-orang yang sepertinya menyenangkan, mengawasi gerak gerik tokoh spesial yang begitu menarik penglihatan. Tapi hari ini di tahun ini, semua menjadi berbalik 180 derajat. Harusnya setahun yang lalu aku menyadari, itulah awal mula aku membuka gerbang pada dunia busuk yang sekarang merobek lembaranku yang menyenangkan.

***

Sahabatku bilang, -sahabat asapku-, kini aku terlihat tua dan depresi. Tentu saja, ia sangat tahu fase-fase yang telah kulewati, dan baru kali ini aku terlihat dimatanya menjadi sosok yang menyedihkan.

Dua sahabatku yang lain, -sahabat bodyguardku-, berpendapat bahwa sekarang aku bukan sosok menyenangkan dan ringan. Dulu mereka menganalogikan aku adalah sebuah balon ringan, berwarna, cemerlang, tetapi bisa meledak sewaktu-waktu.

Teman-temanku, baik teman kelompok AS, atau kelompok Cacat, berkata bahwa sekarang aku tidak segar bugar dan jauh dari jangkauan. Sebelumnya mereka selalu beranggapan kalau aku adalah sumber gravitasi perkumpulan mereka, tapi sekarang, aku mungkin adalah sumber depresi bagi siapa saja yang tersentuh atmosfer busukku.

Dan bagiku, aku bukanlah aku.

Menyedihkan.

***

10.02.2011

k e m a r i n

Menyaksikan senyum plastik dimana-mana,

cantik, tapi hampa,

palsu.

Semuanya.

Semuanya.

Semuanya.












2/10/2011
manekin-manekin.

10.01.2011

Like i L O V E u



"They don't love you like i love you!"



9.30.2011

Pesawatku mendarat dimana?


Pesawatku bukan terbang ke bulan, apalagi ke matahari,
tapi,
pesawatku terbang ke tempat yang paling dekat dengan hati..



Tetapi kadang-kadang langit terlalu sombong
hingga tangan kita tak bisa menggapai untuk sekedar bermimpi,
tetap hanya bisa melihat dari jauh dengan terdongak,
dan apakah ia akan mengerti?
kenapa ia begitu tinggi?



Lalu perlahan, aku melihat pesawatku dimakan langit yang tengah pongah,
Melebur bersama udara kering dan abu-abu,
aku melihat semua menjadi semu bahkan untuk sesuatu yang mengguyurku menjadi beku,



kenapa tak jawab tanyaku?
apakah aku masih tetap dipersimpangan jalan, dan tetap membatu?
mengapa kamu bisu?

Aku sedang merasa,
sendiri,
sangat sendiri,
dan selalu sendiri.





Penghujung September 2011
Foto : Adnan Roesdi
Teks : Jayu Julie






9.29.2011

Dejavu; 13/12/2010

ditulis tanggal : 13 Desember 2010 jam 6:27

Dan hari pun dengan lancang berganti
membuat aku jadi berpikir tak mengerti, apakah yang kemarin?
Mimpi yang gontai dan lesu
dibuatnya setengah lelah, dalam mati yang pendek, hanya 2jam
mimpi picisan, dan pagi pun merutuk
garis hitam dibawah mata kian kelam dan melekuk
cermin cemberut;
sial, kau buat refleksiku di puncak kesempurnaan sebuah kegagalan
buruk rupa dan merusak mata
garis getir di bibir, dan pantulan retina yang terlalu 'macam-macam'
begitu katanya
ah persetan
terlalu banyak yang lancang dari sekedar membuka hari dengan sekedar mematut si burukrupa
seperti pemabuk yang mencoba mengingat kejadian semalam
inginnya melempar kucing dengan kaleng
biar bisingnya jadi dua kali
pagi ini biar kubuat kusut
aku benci langkah jumawa manusia pagi yang ku lihat dari jendela kamar
benci mereka yang antusias melihat matahari
benci bumbu-bumbu yang baunya mulai menguar dari dapur
aku benci karena telah merasa bermimpi
dan aku benci karena sekarang telah pagi
dan pecundang pun merapatkan tirainya
tanpa ampun mengusir celah
dengan pongah kembali rebah
melempar kotak kecil elektronik yang layarnya menyampaikan senyum dari sebrang,
'met pagi!'
cih selamat pagi, ini edisi spesial untukku
melanjutkan marah pada mimpi, lagi
selamat pagi matahari, kita bertemu siang nanti.



selamat pagi di pengakhiran.

Merasakan yang paling sakit di ulu hati bukan atas lisan yang tersembur, tapi,
karena ternyata harus mengakhiri mimpi yang telah di buat panjang

Bangunlah!

Bukan waktunya untuk jatuh karena berdamai dengan diri sendiri pun belum berhasil.

Mengakhiri mimpi,
membakar kertas skenario yang dirancang jauh hari,
menghujamkan mata pisau lebih dalam lagi,
menutup mata dari tatapan kosong di pengakhiran
bukan ini yang di mau,
sakitnya bukan kepalang bahkan untuk jangka yang panjang.

terimakasih untuk pembaringannya hingga sempat bermimpi indah

9.28.2011

Dari seberang rel kereta


Dari celah yang menyelusupkan angin, sedikit kering,
angin yang datangnya enggan berangkat
Melihat sedikit ke celah jeruji dan hanya kotak-kotak yang bergerak
di jalur abu-abu yang tak pernah sunyi
Seperti gerak lambat dalam frame, seperti intipan melalui milimeter lensa
Waktu bukan lagi malas bergerak, tapi juga malas merayap dan merangkak
Diam dan bergeming menjadi pilihan yang paling tak boleh di undi
Marah pada suara gemuruh sayap burung besi yang tak izin untuk lewat,
di utara yang membiru
Botol-botol tanpa isi digulirkan kembali untuk membuang menit detik yang makin pongah

Dari seberang rel kembali menatap kosong,
pada ruang yang telah lama menyisakan dingin berkepanjangan
Dari seberang rel kembali tegap tanpa gerak,
stasiun masih jauh,
berdiri bukan untuk menunggu kereta,

tapi menunggu datangnya jeda.






Lenteng Agung, 28 September 2011
dari seberang rel kereta.