8.14.2012

#1 Semut merengkuh gula.

Sudah pukul setengah tiga pagi.
Cairan gelap di cangkir. Ampas kafein membentuk mozaik abstrak di atas meja. 

"Saya tidak sedang berusaha membuat anda takut, saya hanya mengingatkan anda untuk berhati-hati dengan saya."

Aku membalik kertas dengan gontai, tarikan nafas enggan sinkron dengan rongga dada yang masih tolerir.
Masa lalu sejahat itu, masa lalu menderu membabi buta.
Masa lalu menerjang aku yang takut menyambut perubahan. Atau justru yang membuatku berubah menjadi takut?
Aku beranjak dari tempat tidur dan menyibak tirai. Hari belum menjadi bunga, masih kuncup dipeluk pekat. Tapi aku membayangkan seolah matari sudah tergantung di ujung timur. Menggelantung cantik dengan oranye keemasan yang berangsur menjadi kuning garang.
 Matahari, kenapa kamu tak berwarna ungu? Biar langit jadi sendu, biar tanah jadi berwarna abu.
Bukankah ungu adalah warna yang paling jarang ditemui di semesta ini, jadi mengapa kamu tak berwarna ungu saja, matari?
Kepalaku berat seperti habis dihantam martil. Padahal aku hanya menghabiskan larutan kafein, bukan alkohol.
Apa yang membuatku selalu terbangun dengan rasa lelah?

Bagai semut memeluk gula, direngkuh kuat wujudnya, dihisap habis manisnya.
Masa lalu menjadi semacam lintah yang menempel permanen di pembuluh darah.

No comments:

Post a Comment

Pembaca yang baik, pasti meninggalkan komen, kripik dan saran..