membicarakan cita-cita, tak se-ringan ketika masih duduk di bangku TK A
atau ketika berseragam putih merah dan berkuncir dua
dulu yang bertanya, adalah bu guru yang riang dengan suara yang ceria,
"siapa yang mau jadi dokter?"
"saya bu guruuu...!!"
"sudah besar mau jadi apa?"
"jadi polwan!"
"jadi dokter!"
"jadi insyinyuuurr!!"
dulu, membicarakan cita-cita seperti membicarakan tokoh artis idola yang sebentar lagi datang
seperti jauh, tapi yakin digapai
ringan, penuh harapan dan bergumpal antusias, jadi apa aku nanti?
siapa sangka, kerangka tak selalu konsisten dengan struktur sendi
ketika sekarang, membicarakan cita-cita selalu dengan helaan nafas, berat
binar yang hilang di pangkal sampai sudut bola mata
"mau jadi apa kamu ke depan?"
"yang pasti bukan jadi pecundang."
membicarakan cita-cita seperti membicarakan harga tempe yang stabil atau harga berlian yang labil
mama mulai bilang serius, tetapi aku bilang baru mulai bermain
cita-cita harus setinggi langit, dan satu
cita-cita harus penuh cinta, dan majemuk
aku bermain dengan cita-cita dan mengakrabkan diri dengan bermimpi, beberapa hal, tak hanya satu
"jadi?"
"jadi istri yang solehah dan menurut pada suami."
"bukanlah itu, ini tentang pekerjaan ke depan,"
Jadi, apakah cita-cita selalu berbicara tentang pekerjaan?
No comments:
Post a Comment
Pembaca yang baik, pasti meninggalkan komen, kripik dan saran..